Virus H5N1 merupakan jenis virus flu burung yang sangat ganas, yang menjadi penyebab utama penyakit pada unggas. Virus ini pernah ditemukan juga pada babi dan kucing, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit pada hewan tersebut. Sampai dengan saat ini, belum ditemukan bukti ilmiah bahwa kedua jenis hewan tersebut bertindak sebagai sumber penularan virus H5N1. Pada kasus yang langka, penyakit ini juga dapat menyebar pada manusia. Kasus infeksi virus H5N1 pada manusia yang pertama kali tercatat, terjadi di Hong Kong pada tahun 1997, ketika virus H5N1 yang menyebabkan penyakit pernafasan sangat berat tersebut menyerang 18 orang, 6 di antaranya meninggal. Virus ini kemudian dapat dikendalikan dan kasus infeksi pada manusia lenyap tanpa dapat terdeteksi selama beberapa tahun, sampai timbul kembali di Asia pada tahun 2003. Sejak saat itu, virus tersebut kembali terdeteksi di banyak negara serta menyebabkan penyakit bahkan tingginya tingkat kematian pada jutaan unggas. Lebih dari 140 orang meninggal karena penyakit ini. Kasus pertama pada unggas di Indonesia diidentifikasikan di dua kabupaten yaitu Pekalongan dan Tangerang pada bulan Agustus 2003, sementara kasus pertama pada manusia terjadi di Kabupaten Tangerang pada bulan Juli 2005.Saat ini virus H5N1 tidak mudah menyebar dari unggas ke manusia, atau dari manusia ke manusia. Akan tetapi, kejadian yang terus berulang oleh virus H5N1 pada unggas dan manusia meningkatkan kemungkinan terjadinya virus baru yang dapat menular dari manusia ke manusia, yang berpotensi memicu pandemi di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia, World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan badan internasional lainnya serta mitra lokal bekerja sama untuk mengendalikan virus H5N1 dan mencegah pandemi pada manusia.
GEJALA KLINIS - ManusiaGejala-gejala awal flu burung seringkali sama dengan influenza musiman manusia (batuk, sakit tenggorokan, demam tinggi, sakit kepala, sakit otot, etc). Penyakit ini dapat berkembang menjadi pneumonia dimana mungkin akan terjadi, kekurangan angin, susah bernafas dan gagal pernafasan. Apabila anda merasa telah terpapar dengan flu burung dan anda mulai menunjukkan gejala-gejala menyerupai influenza, segeralah cari perhatian medis. Sumber: WHO
Gejala Klinis – BurungGejala klinis (Tanda-tanda kesehatan) penyakit ini sangat beragam dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat keganasan (virulensi) virus yang menginfeksi, spesies yang tertular, umur, jenis kelamin, penyakit lain yang menyertainya dan lingkungan.Pada tipe (jenis ) AI yang virulen (sangat patogen) yang biasanya dikaitkan dengan “fowl plaque’ (sampar unggas), penyakitnya muncul secara tiba-tiba pada sekelompok unggas dan mengakibatkan banyak unggas mati baik tanpa disertai oleh adanya tanda-tanda awal atau hanya ditandai oleh gejala klinis yang minimal seperti depresi, kurang selera makan (hilangnya nafsu makan), bulu kusam dan berdiri serta demam. Unggas lainnya terlihat lemas dan berjalan sempoyongan. Ayam betina mula-mula akan menghasilkan telur dengan cangkang (kulit telur) lunak, namun kemudian akan segera berhenti bertelur. Unggas yang sakit seringkali terlihat duduk atau berdiri dalam keadaan hampir tidak sadarkan diri dengan kepala menyentuh tanah. Jengger dan pialnya terlihat berwarna biru gelap (cyanotic) dan bengkak (oedematous) serta mungkin menunjukkan adanya bintik-bintik pendarahan di ujungnya. Diare cair yang parah seringkali terjadi dan unggas terlihat sangat haus. Pernapasan terlihat berat (sesak napas). Bintik-bintik perdarahan sering ditemukan pada kulit yang tidak ditumbuhi bulu. Tingkat kematiannya berkisar antara 50 sampai 100%.Pada ayam potong, gejala penyakitnya seringkali tidak begitu jelas, yang mula-mula ditandai oleh depresi parah, berkurangnya nafsu makan, dan peningkatan jumlah kematian yang nyata. Kebengkakan (oedema) pada wajah dan leher serta berbagai gejala gangguan saraf seperti leher berputar (torticollis) dan gerakan yang tidak terkoordinasi (ataxia) juga mungkin terlihat. Gejala yang tampak pada kalkun mirip dengan gejala yang terlihat pada ayam petelur, namun penyakitnya berlangsung 2 atau 3 hari lebih lama dan kadang-kadang disertai oleh pembengkakan pada sinus hidung. Pada itik peliharaan dan angsa gejala depresi, kurang nafsu makan dan diarenya mirip dengan gejala pada ayam petelur meskipun seringkali disertai dengan pembengkakan pada sinus hidung. Unggas-unggas muda bisa menunjukkan gejala-gejala gangguan saraf
Source: FAOUntuk keterangan lebih lanjut tentang virus H5N1 dan usaha mengendalikan penyakit tersebut, silakan kunjungi situs-situs internet berikut:
http://www.depkes.go.id/http://www.depkes.go.id/http://www.who.or.id/http://www.who.int/http://www.fao.org/
Virus H5N1 merupakan jenis virus flu burung yang sangat ganas, yang menjadi penyebab utama penyakit pada unggas. Virus ini pernah ditemukan juga pada babi dan kucing, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit pada hewan tersebut. Sampai dengan saat ini, belum ditemukan bukti ilmiah bahwa kedua jenis hewan tersebut bertindak sebagai sumber penularan virus H5N1. Pada kasus yang langka, penyakit ini juga dapat menyebar pada manusia. Kasus infeksi virus H5N1 pada manusia yang pertama kali tercatat, terjadi di Hong Kong pada tahun 1997, ketika virus H5N1 yang menyebabkan penyakit pernafasan sangat berat tersebut menyerang 18 orang, 6 di antaranya meninggal. Virus ini kemudian dapat dikendalikan dan kasus infeksi pada manusia lenyap tanpa dapat terdeteksi selama beberapa tahun, sampai timbul kembali di Asia pada tahun 2003. Sejak saat itu, virus tersebut kembali terdeteksi di banyak negara serta menyebabkan penyakit bahkan tingginya tingkat kematian pada jutaan unggas. Lebih dari 140 orang meninggal karena penyakit ini. Kasus pertama pada unggas di Indonesia diidentifikasikan di dua kabupaten yaitu Pekalongan dan Tangerang pada bulan Agustus 2003, sementara kasus pertama pada manusia terjadi di Kabupaten Tangerang pada bulan Juli 2005.Saat ini virus H5N1 tidak mudah menyebar dari unggas ke manusia, atau dari manusia ke manusia. Akan tetapi, kejadian yang terus berulang oleh virus H5N1 pada unggas dan manusia meningkatkan kemungkinan terjadinya virus baru yang dapat menular dari manusia ke manusia, yang berpotensi memicu pandemi di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia, World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan badan internasional lainnya serta mitra lokal bekerja sama untuk mengendalikan virus H5N1 dan mencegah pandemi pada manusia.
GEJALA KLINIS - ManusiaGejala-gejala awal flu burung seringkali sama dengan influenza musiman manusia (batuk, sakit tenggorokan, demam tinggi, sakit kepala, sakit otot, etc). Penyakit ini dapat berkembang menjadi pneumonia dimana mungkin akan terjadi, kekurangan angin, susah bernafas dan gagal pernafasan. Apabila anda merasa telah terpapar dengan flu burung dan anda mulai menunjukkan gejala-gejala menyerupai influenza, segeralah cari perhatian medis. Sumber: WHO
Gejala Klinis – BurungGejala klinis (Tanda-tanda kesehatan) penyakit ini sangat beragam dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat keganasan (virulensi) virus yang menginfeksi, spesies yang tertular, umur, jenis kelamin, penyakit lain yang menyertainya dan lingkungan.Pada tipe (jenis ) AI yang virulen (sangat patogen) yang biasanya dikaitkan dengan “fowl plaque’ (sampar unggas), penyakitnya muncul secara tiba-tiba pada sekelompok unggas dan mengakibatkan banyak unggas mati baik tanpa disertai oleh adanya tanda-tanda awal atau hanya ditandai oleh gejala klinis yang minimal seperti depresi, kurang selera makan (hilangnya nafsu makan), bulu kusam dan berdiri serta demam. Unggas lainnya terlihat lemas dan berjalan sempoyongan. Ayam betina mula-mula akan menghasilkan telur dengan cangkang (kulit telur) lunak, namun kemudian akan segera berhenti bertelur. Unggas yang sakit seringkali terlihat duduk atau berdiri dalam keadaan hampir tidak sadarkan diri dengan kepala menyentuh tanah. Jengger dan pialnya terlihat berwarna biru gelap (cyanotic) dan bengkak (oedematous) serta mungkin menunjukkan adanya bintik-bintik pendarahan di ujungnya. Diare cair yang parah seringkali terjadi dan unggas terlihat sangat haus. Pernapasan terlihat berat (sesak napas). Bintik-bintik perdarahan sering ditemukan pada kulit yang tidak ditumbuhi bulu. Tingkat kematiannya berkisar antara 50 sampai 100%.Pada ayam potong, gejala penyakitnya seringkali tidak begitu jelas, yang mula-mula ditandai oleh depresi parah, berkurangnya nafsu makan, dan peningkatan jumlah kematian yang nyata. Kebengkakan (oedema) pada wajah dan leher serta berbagai gejala gangguan saraf seperti leher berputar (torticollis) dan gerakan yang tidak terkoordinasi (ataxia) juga mungkin terlihat. Gejala yang tampak pada kalkun mirip dengan gejala yang terlihat pada ayam petelur, namun penyakitnya berlangsung 2 atau 3 hari lebih lama dan kadang-kadang disertai oleh pembengkakan pada sinus hidung. Pada itik peliharaan dan angsa gejala depresi, kurang nafsu makan dan diarenya mirip dengan gejala pada ayam petelur meskipun seringkali disertai dengan pembengkakan pada sinus hidung. Unggas-unggas muda bisa menunjukkan gejala-gejala gangguan saraf
Source: FAOUntuk keterangan lebih lanjut tentang virus H5N1 dan usaha mengendalikan penyakit tersebut, silakan kunjungi situs-situs internet berikut:
http://www.depkes.go.id/http://www.depkes.go.id/http://www.who.or.id/http://www.who.int/http://www.fao.org/
Selasa, 13 Januari 2009 20:48 WIB
JAKARTA, SELASA — Departemen Pertanian diminta segera membuat pernyataan resmi mengenai munculnya fenomena baru tidak spesifiknya gejala klinis flu burung pada unggas. Penetapan adanya perubahan gejala klinis berdasarkan pembuktian ilmiah yang dilakukan lembaga penelitian di sejumlah perguruan tinggi itu diperlukan untuk mengubah strategi pengendalian flu burung pada unggas.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, Selasa (13/1), pihaknya akan berkoordinasi dengan Departemen Pertanian.
"Keputusan resmi adanya perubahan gejala flu burung pada unggas merupakan wewenang Departemen Pertanian. Jadi, kami tinggal menunggu keputusan dari Deptan," kata Tjandra Yoga.
Untuk mencegah penularan flu burung pada manusia, pihaknya mengimbau agar semua unggas dikandangkan, tidak berkeliaran di daerah permukiman. Saat ini restrukturisasi perunggasan masih tidak berjalan secara optimal yang ditandai oleh belum efektifnya penataan kebersihan pasar-pasar tradisional, lalu lintas perdagangan unggas hidup lintas daerah, dan adanya peternakan unggas di kawasan permukiman.
Sejauh ini sumber penularan flu burung pada manusia adalah unggas, terutama ayam. Meski berbeda strainnya, tetapi virus flu burung pada unggas dan manusia sama-sama H5N1 sehingga terjadi penularan flu burung dari unggas kepada manusia. Oleh karena itu, pengendalian penyebaran virus flu burung pada unggas harus terus dilakukan secara intensif.
Saat ini ada dua pintu penanganan flu burung. Pertama, tim dari Depkes dan Deptan akan turun ke lapangan bila mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada orang yang dicurigai terinfeksi flu burung. Kedua, bila ada informasi ada banyak unggas yang mati atau positif flu burung, tim lintas departemen itu akan mengecek ke lokasi.
19 meninggal
Menurut data Departemen Kesehatan, jumlah kasus flu burung pada manusia sepanjang tahun 2008 sebanyak 23 kasus dengan 19 orang di antaranya meninggal. Adapun jumlah kasus tahun 2006 sebesar 55 kasus, 45 meninggal, dan tahun 2007 sebanyak 42 kasus, dan 37 orang di antaranya meninggal. Jadi, ada penurunan kasus flu burung pada manusia, kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.
Berbagai upaya yang dilakukan Depkes antara lain melengkapi fasilitas 100 rumah sakit rujukan flu burung, melengkapi dan memfungsikan 2 laboratorium rujukan nasional flu burung yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan serta Lembaga Eijkman, 8 laboratorium regional dan 34 laboratorium subregional.
Upaya lain adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia terkait penanggulangan flu burung dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi flu burung pada petugas kesehatan.
Sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, oseltamivir disiapkan sebagai persediaan cadangan di Departemen Kesehatan dan provinsi untuk mengantisipasi pandemi influenza.
Obat itu juga didistribusikan ke Dinas Kesehatan, RS rujukan flu burung, RSUD, RS swasta yang pernah merawat kasus flu burung, dan puskesmas di seluruh provinsi di Indonesia.
Wednesday, January 14, 2009
FLU BURUNG
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment